ABS-SBK, Gub BMA dan Varian Wisata Halal

Artinya BPJPH tidak bisa mengeluarkan Sertifikat Halal jika tidak ada ketetapan halal dari MUI melalui sidang fatwa. Sebab, ketetapan halal MUI merupakan memuat aspek hukum agama, syariah Islam. Sedangkan sertifikat halal yang diterbitkan BPJPH adalah bentuk pengadministrasian hukum agama ke dalam hukum negara.
Bagaimana dengan Wisata Halal
Di atas sudah disinggung wisata halal dalam konsumsi produk. Bagaimana dengan produk diskon, tempat wisata, pemanfaatan "rekreasi" kesenangan, hobi, olah raga, tontonan, hiburan dan seterusnya dalam bidang jasa wisata?
BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) memiliki peran utama, juga krusial dalam sertifikasi wisata halal, yaitu sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas penetapan kebijakan, standar, dan prosedur, serta penerbitan sertifikat halal untuk produk layanan pariwisata. BPJPH juga berperan dalam mendorong pengembangan wisata halal melalui kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Kemenparekraf.
Menurut UU No 33 Tahun 2014 tadi BPJPH juga sekaligus berwenang penuh dalam sertifikasi wisata halal. Di antaranya penetapan kebijakan, norma, standar, dan prosedur serta kriteria jaminan produk halal termasuk dalam konteks wisata halal.
Itu semua menjadi dasar bagi Lembaga sertifkasi melakukan audit dan penerbitan sertifikat halal untuk produk layanan pariwisata. Dengan demikian BPJPH di samping berwenang menerbitkan sekaligus yang mencabut sertifikat halal dalam jasa produk wisata halal yang menyalahi.
Tentu saja BPJPH mendorong bertumbuh dan mengembangkannya produk wiasata sekaligus mengawasinya agar selalu sesuai pelaksanaannya dengan sertifikat halal produk layanan pariwisata tersebut.
Persepsi Masyarakat
Dalam tafsir publik, wisata halal selera makan dan minum lebih konkret. Namun dalam hal investasi dan pemanfaatan kesenangan liburan dalam konteks wisata halal tentu berbeda. Dalam varian wisata religi, ziarah dan destinasi alam mungkin tidak terlalu terkait dengan keharaman syar'i. Tetapi kolam renang, tontonan wisata, wisata pantai dan jasa kesenangan lainnya, agak kabur dalam kaitannya dengan dunia pariwisata-muslim.
Apakah kolam renang di hotel ada yang menyediakan khusus wanita? Kalau sekedar label hotel berlabel syari'ah, sudah menjadi terang. Namun kenyataannya, hotel syari'ah masih belum umum sebagai hotel kelas berbintang. Kalau restorannya menyediakan pula minuman haram, itu lebih terang benderang. Akan tetapi pada hotel berbintang apakah ada keharusan menanyakan pasangan yang masuk harus setor buku nikah?
Dari situ terlihat bahwa regulasi, aturan, undang-undang, ABS-SBK, adat dan tradsi lokal lainnya akan berdampak lebih kental kepada orang, warga dan keluarga yang menjadi wisatawan. Mungkin sandaran kepada norma, standar dan regulasi tadi akan dikalahkan oleh siapa dan mengapa mereka. Dalam artian apakah ia, dia atau mereka penganut dan mengamalkan-praktikal syari'at Islam yang taat? Atau dan sekaligus menjalankan tradisi dan adat suku yang baik?. Pulang maklum kepada yang tahu.***
Shofwan Karim, Pengamat dan Dosen Pascasarjana UM Sumbar.
https://www.facebook.com/shofwanbin.abdulkarim
https://www.instagram.com/karimshofwan/
https://x.com/ShofwanKarim1
https://www.youtube.com/channel/UCc5N9SEvBctaEMrHtM9DVGA
Journalist: Shofwan Karim
Editor: Shofwan Karim
Source: https://www.hariansinggalang.co.id/opini/2180/abssbk-gub-bma-dan-varian-wisata-halal
Related news
Gercep Pemprov dan Muhammadiyah
Kolom Shofwan Karim - June 1, 2025
Perspektif Islam tentang Gender
Kolom Shofwan Karim - April 19, 2025